ITF: Soal ICT, Indonesia Perlu Belajar dari India

Ajang konferensi India-ASEAN ICT Expo 2017 yang berlangsung di Shangri-La, Jakarta pada 6-7 Desember 2017 menjadi platform untuk konvergensi teknologi informasi dan telekomunikasi serta pertukaran bisnis antar-kedua kawasan.
Dalam konferensi tersebut Indonesia Technology Forum (ITF) memandang bahwa India merupakan partner penting bagi Indonseia dalam menata roadmap digital nation. Sebagaimana diketahui, potensi digital economy membawa pengaruh besar munculnya lapangan kerja baru.

“India sudah membangun infrastruktur broadband fiber optik sepanjang 250 ribu kilometer yang menyentuh seluruh desa di negara tersebut. Perusahaan rintisan atau startup juga sangat pesat, setidaknya ada 8.000 startup di India,” ujar Yusuf Mars, Direktur Eksekutif Indonesia Technology Forum (ITF) di sela-sela konferensi itu.

Untuk terobosan di bidang information and communications technology (ICT), Yusuf menilai Indonesia perlu belajar sama India, di mana komitmen pemerintahnya benar-benar mendorong tumbuhnya ekosistem digital.
“Hal itu meliputi infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), maupun sektor keuangan dan pembiayaan. Di negara tersebut pengembangan software dan aplikasi menjadi salah satu tumpuan, sehingga sumber daya ICT di India surplus,” tambahnya.

Sebenarnya, kata Yusuf, sentuhan teknologi hasil karya startup India sudah dinikmati bangsa Indonesia, salah satunya platform Go-Jek.
“Kita tidak sadar bahwa aplikasi Go-Jek dikembangkan oleh pengiat startup India. Makna ini yang harus disadari, kita membutuhkan transfer knowledge dari India,” tandasnya.

Yusuf menyebut India memiliki pengalaman dalam digital connectivity. Tidak hanya pendidikan dengan koneksi ke 10.000 kampus di seluruh India dengan high speed broadband, konten e-Education dengan beragam bahasa juga mereka atasi dengan teknologi.

Solusi pendidikan jarak jauh tersebut juga telah digunakan di sejumlah kampus di benua Afrika yang bisa terkoneksi ke kampus di India. 

India Klaim Jadi Penyumbang Startup Terbesar Kedua Setelah AS
Bicara soal startup, Indonesia ternyata masih kalah jauh jika dibandingkan dengan India. Negara berjuluk “Negeri Bombay” ini mengklaim telah menyumbang startup dalam jumlah besar.

Hingga kini, India telah mencetak 8.000 startup. Total tersebut bahkan menjadikannya sebagai negara terbesar kedua penyumbang startup setelah Amerika Serikat (AS).

Informasi tersebut diungkap Duta Besar India untuk Indonesia, Pradeep Kumar Rawat di konferensi dan pameran India-ASEAN ICT Expo 2017. Dikatakan Pradeep, India bahkan sekarang mengantongi 10 startup yang berstatus unicorn.

Dengan pertumbuhan startup semasif itu, Pradeep mengaku pemerintah India kini telah berpihak kepada pelaku startup demi mendorong ekonomi digital di negaranya.

Ia juga mengungkap, pertumbuhan startup yang semakin tinggi ini disebabkan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM), edukasi teknologi, pendidikan, serta penyediaan finansial dan solusi untuk memecahkan permasalahan lokal.
“India kini ada 8.000 startup karena ditunjang beberapa faktor. Ada SDM, kebijakan pemerintah, pendidikan, finansial, dan banyak local problem yang jadi bisa menyajikan solusi,” kata Pradeep kepada Tekno Liputan6.com di Ballroom Shangri-La, Kamis (6/11/2017).

Sekadar informasi, Amerika Serikat kini memang menduduki peringkat pertama dengan negara penyumbang startup paling besar di dunia. Jumlahnya kini mencapai 28.611.

Indonesia Peringkat Keempat
Setelah India yang ada di posisi kedua, ada Inggris yang duduk di peringkat ketiga, menyusul Indonesia di peringkat keempat dan Kanada di peringkat kelima. Untuk Inggris jumlah startup-nya baru mencapai 2.942, Indonesia 1.646, dan Kanada 1.522.

Sebagai informasi, India baru saja menghelat konferensi India-ASEAN ICT Expo 2017. Alasan konferensi diadakan di Jakarta tak lain karena pemerintah India menilai Indonesia sebagai pasar strategis dan potensial bagi India, khususnya dalam industri teknologi dan komunikasi.

India-ASEAN ICT Expo 2017 diklaim akan mempertemukan lebih dari 100 perusahaan India dan kawasan ASEAN. Untuk jumlah pengunjung pameran, penyelenggara menargetkan lebih dari 2.000 pengunjung.

Konferensi ini akan membahas soal pelatihan, regulasi di sektor komunikasi, konvergensi TI dan telekomunikasi, e-Health, e-Government, e-Education, e-Finance, infrastruktur, teknologi baru, standardisasi, pelelangan spektrum dan optimasi, perizinan, hingga penyedia layanan.