Jakarta, Beritasatu.com – Qlue, penyedia ekosistem smart city terlengkap di Indonesia, siap berkontribusi dalam pemulihan industri pariwisata nasional. Sebagai salah satu sektor yang mendapat dampak paling besar, kebangkitan sektor pariwisata harus menjadi prioritas karena memiliki rantai industri panjang. Bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) dan Asosiasi Pelaku Pariwisata Indonesia (ASPPI), Qlue siap mendorong pemulihan industri pariwisata ini melalui pemanfaatan teknologi digital.
Founder dan CEO Qlue Rama Raditya mengatakan, teknologi informasi menjadi aspek vital dalam revitalisasi industri pariwisata yang mulai kembali bergerak setelah hampir 2 tahun terdampak. “Proses digitalisasi ini akan memberikan nilai tambah dalam upaya meningkatkan manajemen tata kelola destinasi wisata yang menyesuaikan dengan tren dan kebutuhan masyarakat akibat pandemi,” kata Rama melalui siaran pers, Senin, (29/11/2021).
Implementasi teknologi informasi yang dilakukan Qlue sudah masuk ke sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Sejumlah pelaku usaha pariwisata seperti Hotel Mandarin Oriental Jakarta dan Mall Grand Indonesia telah memanfaatkan solusi Qlue untuk mendeteksi suhu tubuh dalam menerapkan protokol kesehatan. Acara tour Komoidoumenoi yang diinisiasi oleh komika Pandji Pragiwaksono juga memanfaatkan teknologi Qlue dalam mendukung kegiatan tersebut.
President Qlue Maya Arvini menuturkan, faktor keamanan dan keselamatan menjadi fokus utama wisatawan dalam melakukan perjalanan untuk berwisata. Hal itu sejalan dengan situasi Indonesia yang belum sepenuhnya aman dari penyebaran virus Covid-19. “Karena itu, pemanfaatan teknologi menjadi aspek krusial dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat yang ingin berwisata,” jelas Maya.
Bagi pelaku industri pariwisata sendiri, kata Maya, teknologi juga memegang peranan penting untuk mengaktifkan kembali geliat bisnis agar meraih kepercayaan masyarakat yang kini mulai ramai menyasar daerah dengan daya tarik wisata. Dengan teknologi, akan memberikan rasa aman yang lebih baik bagi wisatawan karena dapat menjangkau aspek operasional yang lebih luas namun tetap efisien dari sisi pengeluaran.
Berdasarkan data dari Department of Economic and Social Affairs United Nations, demografi pariwisata global saat ini didominasi milenial dalam rentang usia 18-34 tahun, atau sekitar 51% dari total turis potensial di seluruh dunia. Segmen ini merupakan wisatawan yang sangat akrab dengan pemanfaatan teknologi yang semua hal akan terkait dengan aspek digital sehingga akan sangat berdampak pada destinasi wisata.
Di Indonesia sendiri, terdapat 82 juta orang yang masuk dalam kategori wisatawan milennial ini. Dalam diskusi publik bertajuk QlueTalk Road to Indonesia Smart Nation: Reaktivasi Industri Pariwisata Dengan Pemanfaatan Teknologi Indonesia, Kemenparekraf mencatat selama pandemi Covid-19, terjadi perubahan perilaku wisatawan dibanding kondisi sebelum pandemi terjadi.
Direktur Komunikasi Pemasaran Kemenparekraf Diah Paham menambahkan, perubahan perilaku ini berupa kecenderungan berupa wisata dengan kelompok lebih kecil, periode liburan lebih lama namun frekuensi sedikit, lokasi lebih dekat dengan tempat tinggal, dan pertimbangan penerapan protokol kesehatan di tempat wisata.
Perubahan perilaku itu membuat pemerintah mendorong pelaku usaha untuk lebih menyesuaikan diri agar dapat lebih efektif menjalankan usaha. Salah satu caranya pemanfaatan teknologi informasi. Penggunaan teknologi juga diyakini akan meningkatkan preferensi wisatawan sekaligus menjadi daya tarik sendiri.
Sementara, Pelaksana Tugas Ketua Umum ASPPI Agus Pahlevi menuturkan, penyempurnaan metode kerja yang kolaboratif ke arah digital semakin krusial dalam pengembangan industri pariwisata Indonesia di era new normal ini. “Kami dari asosiasi juga selalu mendorong pelaku usaha pariwisata untuk go digital demi meningkatkan daya tarik wisatawan,” tutur Agus.
Sumber: Berita Satu | Emanuel Kure / WBP